Breaking

Kamis, 15 Februari 2018

MANUSIA SEBAGAI INSAN PEMBELAJAR


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله الذى علم بالقلم،  علم الانسان مالم يعلم، الصلاة والسلام على خير الانام، وعلى آله وصحبه الكرام (امابعد)

Hadirin sebangsa setanah air yang kami  hormati!
Mourice Bucaile, seorang cendikiawan Francis dalam bukunya La Bibble La Qoran et la Science, mengatakan bahwa Islam adalah agama yang relevan dengan ilmiah modern. Tapi agama lain memandang, ilmiah modern merupakan hambatan, tantangan bahkan ancaman serius terhadap agamanya. Konsekwensinya, kaum cerdik-cendikia harus dikucilkan, disingkirkan, bahkan bila perlu harus dibunuh dengan cara keji dan menyeramkan. Dan ini dibuktikan oleh sejarah, mulai dari nasib naas yang dialami Nicolas Copernicus, Giordano Bruno, Galileo Galilei, sampai nasib malang yang dialami Michael Servet. Mereka mati dibunuh oleh kekejaman dan kebiadaban doktrin-doktrin penguasa Gereja.
Namun menurut Bucaile, tidak satu pun doktrin ajaran Islam yang melarang umatnya mengembangkan ilmu pengetahuan, tapi justru sebaliknya Islam memotivasi agar umat manusia memperluas wawasan, memperdalam ilmu pengetahuan, dan mengembangkan teknologi guna tercipta insan paripurna, berdimensi penguasaan science and tecnology. Guna memperjelas permasalahan ini, Manusia Sebagai Insan Pembelajar adalah adalah tema yang akan kita bicarakan pada kesempatan ini, dengan landasan surat al-Alaq [96]: 1-5
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ * خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ * اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ * الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ * عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ *
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (1)Menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah! Tuhanmulah yang Maha Pemurah!(3) Yang mengajar dengan kalam (4) Mengajar manusia apa yang mereka tidak tahu (5)“

Hadirin Rahimakumullah!
Menurut riwayat Sayidatina Fathimah r.a., wahyu pertama tersebut, diawali dengan shigat Amar yang diulang sampai tiga kali, “iqra, iqra, iqra”.  Kenapa diulang? Syaikh Mustafa al-Maraghi dalam Tafsirnya menjelaskan:
 لان القرائة لاتكسمهاالنفس الا بتكراروتعود على ماجرت به العادة
Membaca tidak akan merasuk ke dalam qalbu, meresap ke dalam ingatan, menghujam ke dalam sanubari, kecuali setelah diulang-ulang dan dibiasakan. Demikian menurut Syaikh Mustafa al-Maraghi dalam kitabnya, tafsir al-Maraghi. Pembiasaan membaca itulah hadirin, sebagai media يعلم مالم علم الإنسان  maksudnya:
 فنقلهم من ظلمة الجهل الي نورالعلم   
Mengeluarkan manusia dari gulita kebodohan menuju pelita kepintaran.  Begitulah penafsiran Imam Ali ash-Shabuni dalam Shafwat at-Tafasir
Apa yang harus kita baca? Jawabannya ayat-ayat Allah, baik ayat    قوليه maupun ayat  كونيه  alam buana ini. Perhatikanlah betapa banyak ayat al-Qur’an yang mengi-syaratkan agar kita memperhatikan, menggali, serta mem-buka tabir rahasia alam seperti dinyatakan dalam ungkapan:
افلا تعقلون،  افلاتبصرون،  افلا تعلمون
   Dengan motivasi pesan-pesan Illahi ini hadirin, Islam berhasil mencetak ilmuwan serta filosuf muslim ternama. Kita kenal Muhammad bin Musa al-Khwarizmi atau al-Gorismus-kata orang Eropa, penemu teori Aljabar, tokoh ilmu pasti terbesar se-dunia;  Kita kenal Al-Bairuni, penulis buku at-Tahqiq ma li al-Hindi, Sejarahwan terkenal dalam khazanah blantika cendikia; Kita kenal Ibnu Sina atau Avicena, pengarang kitab  Al-Qanun fi al-Thibbi, tokoh filsafat dan ahli kedokteran terkenal se dunia, dan masih banyak lagi ilmuwan muslim lainnya yang dicatat dengan tinta emas sepanjang sejarah peradaban manusia.
Namun sayang seribu sayang, kejayaan Islam ter-sebut, kini  hanya  tinggal kenangan, tinta emas sudah berubah menjadi tinta kelam. Sebab umat Islam saat ini termasuk umat Islam Indonesia merupakan umat ter-belakang terlemah, jauh tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh umat dan bangsa-bangsa lain di dunia. Demikian disimpulkan oleh  Dr. Nurcholis Madjid. Secara rinci, Data Badan Statistik International melaporkan: Israel yang notabene Yahudi dalam 1 juta penduduk memiliki 1600 pakar pengetahuan, Amerika yang notabene Nasrani dalam 1 juta penduduk memiliki 160 pakar pengetahuan. Sedangkan Indonesia yang nota-bene mayoritas muslim terbesar sedunia, dalam 1 juta penduduk memiliki 65 pakar dan yang muslim cuma 6 orang, dampaknya:      كاد الفقر ان يكون كفرا Faqir ilmu maupun faqir harta akan membawa manusia kepada kekufuran.
Rendahnya ilmu pengetahuan di bidang teknologi, menyebabkan ketergantungan, kemiskinan dan bisa memicu munculnya berbagai kemunkaran. Seperti main judi, remi, domino, kasino, jisong, mahyong, gapleh, 41, kiu-kiu. Bahkan tidak mustahil akibat himpitan ekonomi tidak sedikit gadis-gadis kita yang jadi kupu-kupu malam. Na’udzubillahi min dzalik. Kenapa hal ini terjadi? Ini salah satunya disebabkan karena tidak basthatan fi al-‘Ilmi. (Betul!)
Oleh karena itu, melalui momentum pertemuan yang mulia ini, saya menghimbau terutama kepada para pemuda, para santri, dan para pelajar seluruh Indonesia, mulai  saat ini kita berkewajiban untuk mengembalikan kejayaan Islam yang pernah diraih. Dengan apa? Jawabannya dengan membaca, membaca dan membaca. Baca alam luas membentang dengan teknologi, baca lautan dengan oseonografi, baca bintang-gemintang dengan astronomi, baca masyara-kat dengan sosiologi, baca pribadi manusia dengan psikologi. Semakin bagus kualitas dan kuantitas membaca suatu bangsa, maka semakin tinggi ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Demikian diungkapkan Isma’il Raj’i al-Faruqi, direktur lembaga pengkajian Islam internasional.
Jika sikap ini yang kita tumbuh kembangkan, maka kita yakin Indonesia akan sanggup bersaing, sejajar bahkan mengalahkan bangsa-bangsa lain di dunia, hingga kita dibedakan dari negara-negara terbelakang.
Inilah yang diisyaratkan Allah dalam penggalan Surat az-Zumar [39]: 9
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألباب
Katakanlah, “Samakah orang yang berilmu, dan orang yang
tiada berilmu? Hanyalah orang yang berfikiran yang menerima peringatan”. (QS. az-Zumar: 9)
   Hadirin, ayat tersebut diawali dengan rangkaian istifham  yang terangkai pada kalimat:
 هل يستوى الذين يعلمون والذين لايعلمون 
Dr. Muhammad Sulaiman al- Asqari dalam kitab Jubdat at-Tafsir min Fath al-Qadir, menjelaskan bahwa maksudnya اى العلماء والجهال samakah antara orang berilmu dengan orang-orang bodoh? Jawabannya hadirin, tidak sama, Segenggam pasir sangat jauh berbeda berbeda de-ngan segenggam mutiara. Begitupun orang berilmu sangat jauh berbeda dengan orang-orang bodoh. Rasul  mengi-lustrasikan
فضل العالم على العابد كفضل القمرليلة البدرعلى سائرالكواكب
“Keutamaan   orang    berilmu   dengan   orang   yang  papa pengetahuan laksana rembulan yang meredupkan jutaaan bahkan trilyunan kemilaunya bintang gemintang di angkasa luar”.
Alhamdulillah hadirin, Pemerintah kita sampai detik ini sedang giat-giatnya memasyarakatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Untuk menopang cita-cita tersebut dica-nangkan Wajib Belajar 9 Tahun. Untuk membantu pelajar yang kurang mampu, dianjurkan Gerakan Nasional Orang Tua Asuh. Dan masih banyak lagi upaya Pemerintah dalam rangka memasyarakatkan Sains dan Teknologi. Langkah inilah yang harus kita dukung. Sebab, dengan menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, kekayaan alam yang kita miliki baik pertanian, hasil hutan, hasil laut, maupun hasil pertambangan tidak akan dieksploitasi oleh bangsa-bangsa lain, tapi kita sendiri yang akan menggali serta memanfaatkannya untuk kepentingan bangsa sendiri.
   Timbul pertanyaan, bagaimana sikap serta akhlak setelah menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi? Sebagai jawabannya kita renungkan firman Allah dalam penggalan ayat surat al-Mujadalah [58]: 11
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Niscaya Allah akan menaikan derajat orang yang beriman, dan yang  diberi pengetahuan di antara kamu. Dan Allah tahu benar apa yang kamu lakukan. (QS. al-Mujadalah: 11)
Hadirin Rahimakumullah
Menurut kajian ilmu Manthiq, Firman Allah tadi merupakan قضيّة شرطيه  atau proposisi yang hipotesis maksudnya,
يرفع المؤمن العالم فو ق المؤمن الذى ليس بعالم درجات
“orang mu’min yang berilmu akan diangkat derajat nya diatas orang mu’min yang tidak berilmu”.
Demikian penjelasan Imam ‘Ali Ashabuni dalam Shofwat at-Tafasir.
Sedangkan dirangkaikannya antara iman dan ilmu menandakan harus terdapat keseimbangan antara latif dan khabir, pikir dan dzikir, serta harus terdapat keseimbangan antara iman dan ilmu. Sebab, menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam Wawasan al-Qur’an,  jika iman tanpa ilmu laksana pelita di tangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan pelita di tangan pencuri.
Manusia berilmu namun jauh nilai-nilai iman, niscaya hanya akan melahirkan manusia-manusia rakus, bebas, buas, beringas, ganas bahkan jauh lebih ganas dari binatang buas, sebab yang memotivasi dalam dirinya adalah sifat kebintangan. Essensinya “Survival of the fittes, kata Charles Darwin, yang kuatlah yang bisa bertahan. Konsekwensinya, di sini akan lahir Tsa’labah-Tsa’labah bergaya tupai, yang siap membantai, Qarun-Qarun bersiasat musang, siap menyerang, Namrudz-Namrudz berjurus tikus, siap me-ringkus, bahkan akan lahir Fir’aun-Fir’aun berair mata buaya, pandai berpura-pura, gayanya bak profesor padahal dia biangnya provokator, dan gayanya bak proklamator padahal biangnya koruptor. Na’udubillahi min Dzalik.
Oleh karena itu, di dalam mengisi pembangunan ini, ternyata kita bukan saja dituntut mencetak teknokrat-teknokrat brilian, politikus-politikus cerdas, tapi kita pun dituntut mencetak orang-orang benar, insan-insan beriman serta individu-individu berbudi luhur, dan berakhlak mulia. Syauky dalam sya’irnya mengatakan:
انما الامم الاخلاق مابقيت * فان هموا ذهبت اخلاقهم ذهبوا
“Sesungguhnya bangsa-bangsa akan jaya, bangsa-bangsa akan berdiri, bangsa-bangsa akan maju, jika ditopang dengan akhlak. Tapi  suatu bangsa akan hancur tersungkur, rusak binasa jika  bangsanya tidak berakhlak mulia”.
Maka sebagai realisasainya, kita harus melakukan lima olah secara simultan, yakni: olah rasa supaya iman melekat, olah rasio supaya ilmu meningkat, olah raga supa-ya badan sehat, olah usaha supaya ekonomi meningkat, dan olah kecantikan supaya wajah tetap mengkilat.  Amin.
Hadirin, apabila sikap ini yang kita aplikasikan dalam kehidupan, Allah menjanjikan ampunan serta pahala yang besar. Sebagaimana dalam Surat al-Maidah[5]: 9
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
“Allah telah berjanji kepada orang yang beriman dan bera-mal kebaikan, bagi mereka ampunan dan pahala berlimpahan”. (QS. al-Maidah: 9)
Demikian hadirin, jika kita berilmu amaliah, beramal ilmiah, serta beriman bi-Tauhidullah merupakan amal shaleh yang dibalas Allah berupa ampunan serta pahala kebaikan, baik di dunia maupun kelak di akhirat. Amiin Yaa Robbal Alamin.
Dengan demikian dari uraian ini dapat disimpulkan, bahwa Manusia  menurut konsep Islam  merupakan insan pembelajar yang harus membaca ayat-ayat Allah. Oleh karena itu, Hiasi hidup dengan al-Qur’an agar terarah; Hiasi hidup dengan teknologi agar mudah; Dan hiasi hidup dengan cinta agar indah. Jika hal itu yang kita aplikasikan, semoga bangsa kita akan sanggup bersaing sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju. Harapan kita semoga Allah mengangkat derajat kita dan bangsa kita. Amin.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Tidak ada komentar:

Posting Komentar