السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله الذى علم بالقلم، علم الانسان مالم يعلم، الصلاة والسلام على خير الانام، وعلى آله وصحبه الكرام (امابعد)
Hadirin sebangsa setanah air yang
kami hormati!
Mourice Bucaile,
seorang cendikiawan Francis dalam bukunya La
Bibble La Qoran et la Science, mengatakan bahwa Islam adalah agama yang
relevan dengan ilmiah modern. Tapi agama lain memandang, ilmiah modern
merupakan hambatan, tantangan bahkan ancaman serius terhadap agamanya. Konsekwensinya,
kaum cerdik-cendikia harus dikucilkan, disingkirkan, bahkan bila perlu harus
dibunuh dengan cara keji dan menyeramkan. Dan ini dibuktikan oleh sejarah,
mulai dari nasib naas yang dialami Nicolas Copernicus, Giordano Bruno, Galileo
Galilei, sampai nasib malang yang dialami Michael Servet. Mereka mati dibunuh
oleh kekejaman dan kebiadaban doktrin-doktrin penguasa Gereja.
Namun menurut
Bucaile, tidak satu pun doktrin ajaran Islam yang melarang umatnya
mengembangkan ilmu pengetahuan, tapi justru sebaliknya Islam memotivasi agar
umat manusia memperluas wawasan, memperdalam ilmu pengetahuan, dan
mengembangkan teknologi guna tercipta insan paripurna, berdimensi penguasaan science and tecnology. Guna memperjelas permasalahan ini, Manusia
Sebagai Insan Pembelajar adalah adalah tema yang akan kita bicarakan
pada kesempatan ini, dengan landasan surat al-Alaq [96]: 1-5
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ * خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ * اقْرَأْ
وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
* الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
* عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ *
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
menciptakan (1)Menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah! Tuhanmulah
yang Maha Pemurah!(3) Yang mengajar dengan kalam (4) Mengajar manusia apa yang
mereka tidak tahu (5)“
Hadirin Rahimakumullah!
Menurut
riwayat Sayidatina Fathimah r.a., wahyu pertama tersebut, diawali dengan shigat Amar yang diulang sampai tiga
kali, “iqra, iqra, iqra”. Kenapa diulang? Syaikh Mustafa al-Maraghi
dalam Tafsirnya menjelaskan:
لان القرائة لاتكسمهاالنفس الا بتكراروتعود على ماجرت به العادة
Membaca
tidak akan merasuk ke dalam qalbu, meresap ke dalam ingatan, menghujam ke dalam
sanubari, kecuali setelah diulang-ulang dan dibiasakan. Demikian menurut Syaikh
Mustafa al-Maraghi dalam kitabnya, tafsir al-Maraghi.
Pembiasaan membaca itulah hadirin,
sebagai media يعلم مالم
علم الإنسان maksudnya:
فنقلهم من ظلمة الجهل الي نورالعلم
Mengeluarkan
manusia dari gulita kebodohan menuju pelita kepintaran. Begitulah
penafsiran Imam Ali ash-Shabuni dalam Shafwat
at-Tafasir
Apa
yang harus kita baca? Jawabannya ayat-ayat Allah, baik ayat قوليه maupun
ayat كونيه alam buana ini. Perhatikanlah betapa banyak ayat
al-Qur’an yang mengi-syaratkan agar kita memperhatikan, menggali, serta
mem-buka tabir rahasia alam seperti dinyatakan dalam ungkapan:
افلا تعقلون، افلاتبصرون، افلا تعلمون
Dengan motivasi pesan-pesan Illahi ini
hadirin, Islam berhasil mencetak ilmuwan serta filosuf muslim ternama. Kita
kenal Muhammad bin Musa al-Khwarizmi atau al-Gorismus-kata orang Eropa, penemu
teori Aljabar, tokoh ilmu pasti terbesar se-dunia; Kita kenal Al-Bairuni, penulis buku at-Tahqiq
ma li al-Hindi, Sejarahwan terkenal dalam khazanah blantika cendikia; Kita
kenal Ibnu Sina atau Avicena, pengarang kitab
Al-Qanun fi al-Thibbi, tokoh filsafat dan ahli kedokteran
terkenal se dunia, dan masih banyak lagi ilmuwan muslim lainnya yang dicatat
dengan tinta emas sepanjang sejarah peradaban manusia.
Namun
sayang seribu sayang, kejayaan Islam ter-sebut, kini hanya
tinggal kenangan, tinta emas sudah berubah menjadi tinta kelam. Sebab
umat Islam saat ini termasuk umat Islam Indonesia merupakan umat ter-belakang
terlemah, jauh tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh
umat dan bangsa-bangsa lain di dunia. Demikian disimpulkan oleh Dr. Nurcholis Madjid. Secara rinci, Data
Badan Statistik International melaporkan: Israel yang notabene Yahudi dalam 1
juta penduduk memiliki 1600 pakar pengetahuan, Amerika yang notabene Nasrani
dalam 1 juta penduduk memiliki 160 pakar pengetahuan. Sedangkan Indonesia yang
nota-bene mayoritas muslim terbesar sedunia, dalam 1 juta penduduk memiliki 65
pakar dan yang muslim cuma 6 orang, dampaknya: كاد الفقر ان
يكون كفرا Faqir ilmu maupun faqir harta akan membawa manusia kepada kekufuran.
Rendahnya
ilmu pengetahuan di bidang teknologi, menyebabkan ketergantungan, kemiskinan
dan bisa memicu munculnya berbagai kemunkaran. Seperti main judi, remi, domino,
kasino, jisong, mahyong, gapleh, 41, kiu-kiu. Bahkan tidak mustahil akibat
himpitan ekonomi tidak sedikit gadis-gadis kita yang jadi kupu-kupu malam. Na’udzubillahi
min dzalik. Kenapa hal ini terjadi? Ini salah satunya disebabkan karena
tidak basthatan fi al-‘Ilmi. (Betul!)
Oleh
karena itu, melalui momentum pertemuan yang mulia ini, saya menghimbau terutama
kepada para pemuda, para santri, dan para pelajar seluruh Indonesia, mulai saat ini kita berkewajiban untuk
mengembalikan kejayaan Islam yang pernah diraih. Dengan apa? Jawabannya dengan
membaca, membaca dan membaca. Baca alam luas membentang dengan teknologi, baca
lautan dengan oseonografi, baca bintang-gemintang dengan astronomi, baca
masyara-kat dengan sosiologi, baca pribadi manusia dengan psikologi. Semakin
bagus kualitas dan kuantitas membaca suatu bangsa, maka semakin tinggi ilmu
pengetahuan yang dimilikinya. Demikian diungkapkan Isma’il Raj’i al-Faruqi,
direktur lembaga pengkajian Islam internasional.
Jika sikap ini yang kita tumbuh kembangkan, maka kita
yakin Indonesia akan sanggup bersaing, sejajar bahkan mengalahkan bangsa-bangsa
lain di dunia, hingga kita dibedakan dari negara-negara terbelakang.
Inilah yang diisyaratkan Allah dalam penggalan Surat
az-Zumar [39]: 9
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألباب
Katakanlah, “Samakah orang yang
berilmu, dan orang yang
tiada
berilmu? Hanyalah orang yang berfikiran yang menerima peringatan”. (QS. az-Zumar: 9)
Hadirin, ayat
tersebut diawali dengan rangkaian istifham yang terangkai pada kalimat:
هل يستوى الذين يعلمون والذين لايعلمون
Dr. Muhammad Sulaiman al- Asqari dalam kitab Jubdat at-Tafsir min Fath al-Qadir, menjelaskan bahwa maksudnya اى العلماء
والجهال samakah antara orang berilmu dengan
orang-orang bodoh? Jawabannya hadirin, tidak sama, Segenggam pasir sangat jauh
berbeda berbeda de-ngan segenggam mutiara. Begitupun orang berilmu sangat jauh
berbeda dengan orang-orang bodoh. Rasul
mengi-lustrasikan
فضل العالم على العابد كفضل القمرليلة البدرعلى سائرالكواكب
“Keutamaan orang berilmu
dengan orang yang
papa pengetahuan laksana rembulan yang meredupkan jutaaan bahkan
trilyunan kemilaunya bintang gemintang di angkasa luar”.
Alhamdulillah
hadirin, Pemerintah kita sampai detik ini sedang giat-giatnya memasyarakatkan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Untuk menopang cita-cita tersebut dica-nangkan
Wajib Belajar 9 Tahun. Untuk membantu pelajar yang kurang mampu, dianjurkan
Gerakan Nasional Orang Tua Asuh. Dan masih banyak lagi upaya Pemerintah dalam
rangka memasyarakatkan Sains dan Teknologi. Langkah inilah yang harus kita
dukung. Sebab, dengan menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, kekayaan alam
yang kita miliki baik pertanian, hasil hutan, hasil laut, maupun hasil
pertambangan tidak akan dieksploitasi oleh bangsa-bangsa lain, tapi kita
sendiri yang akan menggali serta memanfaatkannya untuk kepentingan bangsa
sendiri.
Timbul
pertanyaan, bagaimana sikap serta akhlak setelah menguasai Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi? Sebagai jawabannya kita renungkan firman Allah dalam penggalan ayat
surat al-Mujadalah [58]: 11
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Niscaya Allah akan menaikan
derajat orang yang beriman, dan yang
diberi pengetahuan di antara kamu. Dan Allah tahu benar apa yang kamu
lakukan. (QS. al-Mujadalah: 11)
Hadirin Rahimakumullah
Menurut
kajian ilmu Manthiq, Firman Allah tadi merupakan قضيّة شرطيه atau proposisi yang
hipotesis maksudnya,
يرفع المؤمن العالم فو ق المؤمن الذى ليس بعالم
درجات
“orang mu’min yang berilmu akan diangkat derajat nya diatas orang mu’min
yang tidak berilmu”.
Demikian penjelasan Imam ‘Ali
Ashabuni dalam Shofwat at-Tafasir.
Sedangkan
dirangkaikannya antara iman dan ilmu menandakan harus terdapat keseimbangan
antara latif dan khabir, pikir dan dzikir, serta harus
terdapat keseimbangan antara iman dan ilmu. Sebab, menurut Prof. Dr. M. Quraish
Shihab dalam Wawasan al-Qur’an, jika iman tanpa ilmu laksana pelita di tangan
bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan pelita di tangan pencuri.
Manusia
berilmu namun jauh nilai-nilai iman, niscaya hanya akan melahirkan
manusia-manusia rakus, bebas, buas, beringas, ganas bahkan jauh lebih ganas
dari binatang buas, sebab yang memotivasi dalam dirinya adalah sifat
kebintangan. Essensinya “Survival of the
fittes, kata Charles Darwin, yang kuatlah yang bisa bertahan.
Konsekwensinya, di sini akan lahir Tsa’labah-Tsa’labah bergaya tupai, yang siap
membantai, Qarun-Qarun bersiasat musang, siap menyerang, Namrudz-Namrudz
berjurus tikus, siap me-ringkus, bahkan akan lahir Fir’aun-Fir’aun berair mata
buaya, pandai berpura-pura, gayanya bak profesor padahal dia biangnya
provokator, dan gayanya bak proklamator padahal biangnya koruptor. Na’udubillahi min Dzalik.
Oleh
karena itu, di dalam mengisi pembangunan ini, ternyata kita bukan saja dituntut
mencetak teknokrat-teknokrat brilian, politikus-politikus cerdas, tapi kita pun
dituntut mencetak orang-orang benar, insan-insan beriman serta
individu-individu berbudi luhur, dan berakhlak mulia. Syauky dalam sya’irnya
mengatakan:
انما الامم الاخلاق مابقيت * فان هموا ذهبت
اخلاقهم ذهبوا
“Sesungguhnya bangsa-bangsa akan jaya, bangsa-bangsa akan berdiri,
bangsa-bangsa akan maju, jika ditopang dengan akhlak. Tapi suatu bangsa akan hancur tersungkur, rusak
binasa jika bangsanya tidak berakhlak
mulia”.
Maka
sebagai realisasainya, kita harus melakukan lima olah secara simultan, yakni:
olah rasa supaya iman melekat, olah rasio supaya ilmu meningkat, olah raga
supa-ya badan sehat, olah usaha supaya ekonomi meningkat, dan olah kecantikan
supaya wajah tetap mengkilat. Amin.
Hadirin, apabila sikap ini yang kita aplikasikan dalam
kehidupan, Allah menjanjikan ampunan serta pahala yang besar. Sebagaimana dalam
Surat al-Maidah[5]: 9
وَعَدَ
اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ
عَظِيمٌ
“Allah
telah berjanji kepada orang yang beriman dan bera-mal kebaikan, bagi mereka
ampunan dan pahala berlimpahan”. (QS.
al-Maidah: 9)
Demikian hadirin, jika kita berilmu amaliah, beramal
ilmiah, serta beriman bi-Tauhidullah merupakan
amal shaleh yang dibalas Allah berupa ampunan serta pahala kebaikan, baik di
dunia maupun kelak di akhirat. Amiin Yaa
Robbal Alamin.
Dengan demikian dari uraian ini dapat disimpulkan, bahwa
Manusia menurut konsep Islam merupakan insan pembelajar yang harus membaca
ayat-ayat Allah. Oleh karena itu, Hiasi hidup dengan al-Qur’an agar terarah;
Hiasi hidup dengan teknologi agar mudah; Dan hiasi hidup dengan cinta agar
indah. Jika hal itu yang kita aplikasikan, semoga bangsa kita akan sanggup
bersaing sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju. Harapan kita semoga
Allah mengangkat derajat kita dan bangsa kita. Amin.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Tidak ada komentar:
Posting Komentar